Rabu, 16 Januari 2013

TUGAS EKONOMI KOPERASI



EKONOMI KOPERASI

PROSEDUR ATAU TATA CARA MENDIRIKAN KOPERASI DIKALANGAN MASYARAKAT














NAMA : ATIKA NUR AFLAH
NPM   : 18211125
KELAS          : 2EA21












FAKLTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA KALIMALANG




PROSEDUR PENDIRIAN KOPERASI

Suatu koperasi hanya dapat didirikan bila memenuhi persyaratan dalam mendirikan koperasi.  Syarat-syarat pembentukan koperasi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 104.1/Kep/M.Kukm/X/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian Dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi,  adalah sebagai berikut :
A.    Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.
B.     Peraturan Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
C.     Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Republik Indonesia No.01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi:
D.    Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah R.I.  Nomor 19/Kep/M/III/2000 tentang Pedoman Kelembagaan dan Usaha Koperasi.
E.     Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor 123 / Kep/M-KUKM/X/2004 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi pada Propinsi, Kabupaten/Kota.
F.      Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor 124/Kep/M-KUKM/X/2004 tentang Penugasan Pejabat yang berwenang untuk Memberikan Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi Tingkat Nasional.
G.    Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi.
H.    Suatu koperasi hanya dapat didirikan bila memenuhi persyaratan dalam mendirikan koperasi.  Syarat-syarat pembentukan koperasi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 104.1/Kep/M.Kukm/X/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian Dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi,  adalah sebagai berikut :
a.       Koperasi primer dibentuk dan didirikan oleh sekurang-kurangnya dua puluh orang yang mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama;
b.      Pendiri koperasi primer sebagaimana tersebut pada huruf a adalah Warga Negara Indonesia, cakap secara hukum dan maupun melakukan perbuatan hukum;
c.       Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi, dikelola secara efisien dan mampu memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi anggota
d.      Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi;
e.       Memiliki tenaga terampil dan mampu untuk mengelola koperasi.

          Selain persyaratan diatas, perlu juga diperhatikan beberapa hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan koperasi yang dikemukakan oleh Suarny Amran et.al (2000:62) antara lain sebagai berikut :
a.       Orang-orang yang akan mendirikan koperasi dan yang nantinya akan menjadi anggota koperasi hendaknya mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama. Artinya tidak setiap orang dapat mendirikan dan atau menjadi anggota koperasi tanpa didasarkan pada adanya kejelasan mengenai kegiatan atau kepentingan ekonomi yang akan dijalankan. Kegiatan ekonomi yang sama diartikan, memiliki profesi atau usaha yang sama, sedangkan kepentingan ekonomi yang sama diartikan memiliki kebutuhan ekonomi yang sama.
b.      Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi. Layak secara ekonomi diartikan bahwa usaha tersebut akan dikelola secara efisien dan mampu menghasilkan keuntungan usaha dengan memperhatikan faktor-faktor tenaga kerja, modal dan teknologi.
c.       Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi. Hal tersebut dimaksudkan agar kegiatan usaha koperasi dapat segera dilaksanakan tanpa menutup kemungkinan memperoleh bantuan, fasilitas dan pinjaman dari pihak luar.
d.      Kepengurusan dan manajemen harus disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan agar tercapai efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan koperasi. Perlu diperhatikan mereka yang nantinya ditunjuk/dipilih menjadi pengurus haruslah orang yang memiliki kejujuran, kemampuan dan kepemimpinan, agar koperasi yangdidirikan tersebut sejak dini telah memiliki kepengurusan

Setelah persyaratan terpenuhi para pendiri kemudian mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk mengadakan rapat pembentukan koperasi,  setelah memiliki bekal yang cukup dan telah siap para pendiri melakukan rapat pembentukan koperasi yang dihadiri dinas koperasi dan pejabat lainnya, pendirian koperasi tidak sampai disana karena lembaga  koperasi yang telah didirikan perlu disahkan badan hukumnya. Penjelasan lebih lanjut mengenai tahapan-tahapan tersebut diuraikan di bawah ini :

A. Tahap Persiapan Pendirian Koperasi
Sekelompok orang bertekad untuk mendirikan sebuah koperasi terlebih dahulu perlu memahami maksud dan tujuan pendirian koperasi, untuk itu perwakilan dari pendiri dapat meminta bantuan kepada Dinas Koperasi dan UKM ataupun lembaga pendidikan koperasi lainnya untuk memberikan penyuluhan dan pendidikan serta pelatihan mengenai pengertian, maksud, tujuan, struktur organisasi, manajemen, prinsip-prinsip koperasi, dan prospek pengembangan koperasi bagi pendiri. Setelah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan perkoperasian, para pendiri sebaiknya membentuk panitia persiapan pembentukan koperasi, yang bertugas :
a.       Menyiapkan dan menyampaikan undangan kepada calon anggota, pejabat pemerintahan dan pejabat koperasi.
b.      Mempersiapakan acara rapat.
c.       Mempersiapkan tempat acara.
d.      Hal-hal lain yang berhubungan dengan pembentukan koperasi.

B. Tahap rapat pembentukan koperasi
Setelah tahap persiapan selesai dan para pendiri pembentukan koperasi telah memiliki bekal yang cukup dan telah siap melakukan rapat pembentukan koperasi. Rapat pembentukan koperasi harus dihadiri oleh 20 orang calon anggota sebagai syarat sahnya pembentukan koperasi primer. Selain itu, pejabat desa dan pejabat Dinas Koperasi dan UKM dapat diminta hadir untuk membantu kelancaran jalannya rapat dan memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya.
Hal-hal yang dibahas pada saat rapat pembentukan koperasi , dapat dirinci sebagai berikut :
1.      Pembuatan dan pengesahan akta pendirian koperasi , yaitu surat keterangan tentang pendirian koperasi yang berisi pernyataan dari para kuasa pendiri yang ditunjuk dan diberi kuasa dalam suatu rapat pembentukan koperasi untuk menandatangani Anggaran Dasar pada saat pembentukan koperasi.
2.       Pembuatan Anggaran Dasar koperasi, yaitu pembuatan aturan dasar tertulis yang memuat tata kehidupan   koperasi yang disusun dan disepakati oleh para pendiri koperasi pada saat rapat pembentukan. Konsep Anggaran Dasar koperasi sebelumnya disusun oleh panitia pendiri, kemudian panitia pendiri itu mengajukan rancangan Anggaran Dasarnya pada saat rapat pembentukan untuk disepakati dan disahkan. Anggaran Dasar biasanya mengemukakan :
3.      Nama dan tempat kedudukan, maksudnya dalam Anggaran Dasar tersebut dicantumkan nama koperasi yang akan dibentuk dan lokasi atau wilayah kerja koperasi tersebut berada.
4.      Landasan, asas dan prinsip koperasi, di dalam Anggaran Dasar dikemukakan landasan, asas dan prinsip koperasi yang akan dianut oleh koperasi.
5.      Maksud dan tujuan, yaitu pernyataan misi, visi serta sasaran pembentukan koperasi.
6.      Kegiatan usaha, merupakan pernyataan jenis koperasi dan usaha yang akan dilaksanakan koperasi. Dasar penentuan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi para anggotanya. Misalnya, koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi pemasaran dan koperasi jasa atau koperasi serba usaha.
7.      Keanggotaan, yaitu aturan-aturan yang menyangkut urusan keanggotaan koperasi. Urusan keanggotaan ini dapat ditentukan sesuai dengan kegiatan usaha koperasi yang akan dibentuknya. Biasanya ketentuan mengenai keanggotaan membahas persyaratan dan prosedur menjadi anggota koperasi , kewajiban dan hak-hak dari anggota serta ketentuan-ketentuan dalam mengakhiri status keanggotaan pada koperasi.
8.      Perangkat koperasi, yaitu unsur-unsur yang terdapat pada organisasi koperasi. Perangkat koperasi tersebut, sebagai berikut :
9.      Rapat Anggota. Dalam Anggaran Dasar dibahas mengenai kedudukan rapat anggota di dalam koperasi, penetapan waktu pelaksanaan rapat anggota, hal-hal yang dapat dibahas dalam rapat anggota, agenda acara rapat anggota tahunan, dan syarat sahnya pelaksanaan rapat anggota koperasi.
10.  Pengurus. Dalam Anggaran Dasar dijabarkan tentang kedudukan pengurus dalam koperasi, persyaratan dan masa jabatan pengurus, tugas, kewajiban serta wewenang dari pengurus koperasi.
11.  Pengawas. Dalam Anggaran Dasar dijabarkan tentang kedudukan pengawas dalam koperasi, persyaratan dan masa jabatan pengawas, tugas serta wewenang dari pengawas koperasi.
12.  Selain dari ketiga perangkat tersebut dapat ditambahkan pula pembina atau badan penasehat.
13.  Ketentuan mengenai permodalan perusahaan koperasi, yaitu pembahasan mengenai jenis modal yang dimiliki (modal sendiri dan modal pinjaman), ketentuan mengenai jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang harus dibayar oleh anggota.
14.  Ketentuan mengenai pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), yaitu ketentuan yang membahas penjelasan mengenai SHU serta peruntukan SHU koperasi yang didapat.
15.  Pembubaran dan penyelesaian, membahas tata-cara pembubaran koperasi dan penyelesaian masalah koperasi setelah dilakukan pembubaran. Biasanya penjelasan yang lebih rinci mengenai hal ini dikemukakan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga atau aturan lainnya.
16.  Sanksi-sanksi, merupakan ketentuan mengenai sanksi yang diberikan kepada anggota, pengurus dan pengawas koperasi, karena terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap Anggaran Dasar atau aturan lain-nya yang telah ditetapkan.
17.  Anggaran rumah tangga dan peraturan khusus, yaitu ketentuan-ketentuan pelaksana dalam Anggaran Dasar yang sebelumnya dimuat dalam Anggaran Dasar.



18.  Penutup
·   Pembentukan pengurus, pengawas, yaitu memilih anggota orang-orang yang akan dibebani tugas dan tanggungjawab atas  pengelolaan, pengawasan di koperasi
·   Neraca awal koperasi, merupakan perincian posisi aktiva dan pasiva diawal pembentukan koperasi
·   Rencana kegiatan usaha, dapat berisikan latar belakang dan dasar pembentukan serta rencana kerja koperasi pada masa akan datang.

C. Pengesahan badan hukum
Setelah terbentuk pengurus dalam rapat pendirian koperasi, maka untuk mendapatkan badan hukum koperasi, pengurus/pendiri/kuasa pendiri harus mengajukan permohonan badan hukum kepada pejabat terkait, sebagai berikut :  
a.       a. Para pendiri atau kuasa pendiri koperasi terlebih dulu mengajukan   permohonan pengesahan akta pendirian secara tertulis diajukan   kepada Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dengan  melampirkan :
-          Anggaran Dasar Koperasi yang sudah ditandatangani pengurus rangkap dua, aslinya bermaterai)
-          Berita acara rapat pendirian koperasi.
-          Surat undangan rapat pembentukan koperasi
-          Daftar hadir rapat.
-          Daftar alamat lengkap pendiri koperasi.
-          Daftar susunan pengurus, dilengkapi photo copy KTP (untuk KSP/USP dilengkapi riwayat hidup).
-          Rencana awal kegiatan usaha koperasi.
-          Neraca permulaan dan tanda setor modal minimal Rp.5.000.000 (lima juta rupiah) bagi koperasi primer dan Rp.15.000.000 (lima belas juta rupiah) bagi koperasi sekunder yang berasal dari simpanan pokok, wajib, hibah.
-          Khusus untuk KSP/USP disertai lampiran surat bukti penyetoran modal sendiri minimal Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah) bagi koperasi primer dan Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah) bagi koperasi sekunder yang berupa deposito pada bank pemerintah.
-          Mengisi formulir isian data koperasi.
-          Surat keterangan dari desa yang diketahui oleh camat.
-          Daftar riwayat hidup dan pas foto para pengurus sebanyak dua buah ukuran 4 x 6.
b.      Membayar tarif pendaftaran pengesahan akta pendirian koperasi sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah).
c.       Apabila permintaan pengesahaan akta pendirian koperasi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan di atas kepada pendiri atau kuasa pendiri diberikan bukti penerimaan.
d.      Pejabat koperasi, yaitu Kepala Dinas Koperasi dan UKM akan memberikan pengesahaan terhadap akta koperasi apabila ternyata setelah diadakan penelitian Anggaran dasar koperasi.
-          tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, dan
-          tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
e.       Pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung  sejak penerimaan permohonan pengesahan badan hukum dari koperasi yang bersangkutan harus telah memberikan jawaban pengesahannya. Tetapi biasanya proses pengesahan di dinas koperasi dapat selesai hanya dalam waktu 3 (tiga) minggu. 

f.       Bila Pejabat berpendapat bahwa Akte Pendirian/Anggaran Dasar tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-undang koperasi dan peraturan pelaksananya serta kegiatannya sesuai dengan tujuan, maka akte pendirian di daftar dengan nomor urut dalam Buku Daftar Umum. Kedua buah Akte Pendirian/Anggaran Dasar tersebut dibubuhi tanggal, nomor pendaftaran tentang tanda pengesahan oleh Pejabat a.n Menteri.
g.      Tanggal pendaftaran akte Pendirian berlaku sebagai tanggal sesuai berdirinya koperasi yang mempunyai badan hukum, kemudian Pejabat  mengumumkan pengesahan akta pendirian di dalam Berita Negara Republik Indonesia
h.      Buku Daftar Umum serta Akte-Akte salinan/petikan ART/AD Koperasi dapat diperoleh oleh pengurus koperasi dengan mengganti biaya fotocopy dan harus dilegalisir oleh Pejabat Koperasi yang bersangkutan. Biaya yang dikenakan untuk hal di atas adalah Rp. 25.000
i.        Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan penolakan diberitahukan oleh pejabat kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
j.        Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
k.      Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang.
-          Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia pada tanggal 4 Mei 2004 dan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi membuat perubahan dalam prosedur pendirian koperasi yaitu proses pembuatan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan akta-akta lain berkaitan dengan koperasi sebagai badan hukum maka hal tersebut dilakukan dihadapan notaris. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan hukum kepada masyarakat.
-          Berdasarkan Kepmen No.98 tahun 2004, prosedur pendirian koperasi yang melibatkan notaris di dalamnya, masih mengikuti prosedur yang ada, tetapi ada beberapa tahapan yang melibatkan notaris yaitu :
a.       Rapat pembentukan koperasi selain mengundang minimal 20 orang calon anggota, pejabat desa, pejabat dinas koperasi hendaknya mengundang pula notaris yang telah ditunjuk pendiri koperasi, yaitu notaris yang telah berwenang menjalankan jabatan sesuai dengan jabatan notaris, berkedudukan di wilayah koperasi itu berada (dalam hal ini berkedudukan di Kabupaten Bandung), serta memiliki sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan di bidang perkoperasian yang ditandatangani oleh menteri koperasi dan UKM RI.
b.  Notaris yang telah membuat akta pendirian koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian membacakan dan menjelaskan isinya kepada para pendiri, anggota atau kuasanya sebelum menanda-tangani akta tersebut.
c.  Kemudian akta pendirian koperasi yang telah dibuat notaris pembuat akta koperasi disampaikan kepada pejabat dinas koperasi untuk dimintakan pengesahannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.




Sejarah Perundang-Undangan Koperasi di Indonesia

Kronologis dan Sejarah tentang Koperasi di Indonesia

A. Sebelum UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

a. Verordening op de Cooperatieve Verenigingen (Stb. 431/1915)
Merupakan regulasi pertama yang berlaku bagi semua golongan penduduk (Pasal 131 IS) yang ada di Indonesia. Peraturan ini timbul atas adnya kekosongan hukum akan pengaturan koperasi padahal telah berdiri berbagai bentuk badan hukum koperasi seperti koperasi E Sieburg, gerakan Budi Utomo, dan Serikat Islam. Definisi Koperasi pada Regulasi ini adalah, “perkumpulan orang-orang dimana orang-orang tersebut diperbolehkan untuk keluar masuk sebagai anggota, yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran anggotanya, dengan cara bersama-sama menyelenggarakan suatu system penghidupan atau pekerjaan, atau secara bersama-sama atau secara bersama-sama menyediakan alat perlengkapan atau bahan-bahan keperluan mereka, atau secara memberikan uang muka atau kredit”.
Dengan menggunakan asas konkordansi, maka ketentuan yang ada di Belanda dapat dikatakan sama seperti yang tertuang pada Verordening op de Cooperatieve Verenigingen. Sistem yang diberlakukan di Belanda yang ditanam tanpa penyesuaian ternyata malah menyusahkan penduduk golongan III yakni Pribumi. Mereka dalam mendirikan badan usaha koperas harus memiliki prasyarat mulai dari Akta Notaris, akta pendirian berbahasa Belanda, matrai, hingga pengumuman di surat kabar Javasche Courant. Biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha yang ingin membuat koperasi pada saat itu sangatlah besar sehingga Verordening op de Cooperatieve Verenigingen dirasa tidak member manfaat dan ditentang habis-habisan oleh kaum pergerakan nasional.

b. Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen (Stb. 91/1927)
Ketika momentum yang tepat yakni pada saat politik balas budi Belanda baru saja didengungkan, perjuangan para nasionalis akan keengganan regulasi Verordening op de Cooperatieve Verenigingen berbuah hasil, dengan keluarnya “Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen”. Sehingga dalam penerapannya Verordening op de Cooperatieve Verenigingen menjadi untuk Gol. I dan Gol II, sedangkan Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen hanya untuk Gol. III saja. Peraturan Koperasi ini menundukan pada Hukum Adat dan bukan pada BW ataupun MvK.
Desakan liberalistik dari pasar tanah air atas bentukan Belanda pada saat itu membuat kemudahan demi kemudahan yang ditawarkan oleh Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen tidak berarti dan masih saja membuat koperasi di Indonesia sulit berkembang. Buktinya adalah dari 172 yang tercatat dan 1540 kopersi tidak tercatat makin hari jumlahnya makin menurun karena tidak puas dengan hasil yang dicapai kopersi pada priktiknya.

c. Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen (Stb. 108/1933)
Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen, merupakan perubahan dari Verordening op de Cooperatieve Verenigingen yang berlaku bagi Gol. I, II dan III, namun disisi lain peraturan Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen untuk Gol. III masih tetap berlaku. Pada masa ini atas kebijakan penghematan maka Departemen Ekonomi atas anjuran dari Jawatan Koperasi mendirikan gabungan dari pusat-pusat koperasi di Hindia Belanda yang dinamakan Moeder Centrale. Sedangkan usaha menyuntikan dana segar sebesar f-25.000.000 untuk koperasi, menjadi gagal total dengan keluarnya Ordonantie op Inlandsche Maatshappji op Aandeelen yang memudahkan pelaku usaha berkembang dengan menggunakan Maskapai Andil dan bukan Koperasi yang dicanangkan pada saat adanya Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen. Pada kesimpulannya bahwa keberatan-keberatan untuk pembentukan koperasi yang tadinya ada, sejak Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.



d. Regeling Cooperatieve Verenigingen (Stb. 179/1949)
Regulasi yang pertama kali dicetuskan sejak kemerdekaan Indonesia ini, timbul karena krisis yang berkepanjangan mulai dari agresi militer Belanda, hingga pemberontakan PKI. Regulasi ini mengubah definisi koperasi dengan menambahkan unsur syarat pendiriannya. Hal ini diluncurkan mengantisipasi Konfrensi Meja Bundar yang dilaksanakan sebelum Regeling ini dibuat. Pada saat regulasi ini berlaku banyak hal yang terjadi mulai dengan adanya Kongres Pertama Koperasi seluruh Indonesia, yang hari 12 Juli 1947 dijadikan sebagai, “Hari Koperasi”, adanya Bank Koperasi Provinsi, hingga pembekuan oleh Mentri Kehakiman atas Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen.

e. Undang-Undang Tentang Perkumpulan Koperasi (UU 79/1958)
Pembuatan UU yang sangat tergesa-gesa ini dirasakan oleh banyak kalangan saat itu tidak membawa banyak perubahan. Namun UU yang mencabut Regeling-regeling sebelumnya tentang koperasi ini, memodifikai prinsip dengan menyerap prinsip koperasi Rochdale. Definisi Koperasi dalam UU ini disebutkan bahwa koperasi ialah sebuah perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang tidak merupakan konsentrasi modal dengan berasaskan kekeluargaan, bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya, mendidik anggotanya, berdasarkan kesukarelaan, dan dalam pendiriannya harus menggunakan akta yang didaftarkan. Organisasi koperasi pada saat regulasi ini berlaku dipadandang sebagai alat perjuangan di bidang ekonomi melawan kapitalisme, dengan berprinsip dengan tidak mencari keuntungan (non-profit) tetapi mengutamakan pelayanan (service). Istilah saham yang biasa dikenal di Perseroan Terbatas, ternyata diganti menjadi “Simpanan Pokok”, yang memiliki fungsi yang lebih sosial yang mengajarkan kehidupan menabung dan kesedian anggotanya untuk berpartisipasi.

f. Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi (PP 60/1959)
Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi masih mengacu kepada norma peraturan perundang-undangan diatasnya yakni Undang-Undang 79/1958 Tentang Perkumpulan Koperasi. PP ini menyodorkan konsep pengaturan lebih lanjut mengenai tujuan koprasi atas dorongan, bimbingan, perlindungan serta pengawasan gerakan koprasi yang lebih terjamin secara serentak, tepat guna, berencana, dan terpimpin. Peralihan menjadi demokrasi Terpimpin menyebabkan koprasi juga harus menyesuaikan yakni dengan menjabarkan peranan koprasi yakni menyelenggarakan kegiatan ekonomi, meningkatkan taraf hidup, serta membina dan mengembangkanswadaya dan daya kreatifrakyat sebagai perwujudan masyarakat gotong royong.

g. Instruksi Presiden Nomor 2 dan 3 Tahun 1960
Sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi, Instruksi Presiden Nomor 2 dan 3 Tahun 1960, mengungkapkan pembentukan Badan Penggerak Koprasi sebagai wadah tunggal kerjasama antar jawatan koperasi dan masyarakat. Inpres yang mengatur campur tangan pemerintah terlalu dalam ini berakibat pada rusaknya mentalitas idiil koprasi dengan suburnya praktek mencari keuntungan dengan menjual barang-barang karena adanya kemudahan merendahkan harga kebutuhan pokok jikalau dijual oleh koprasi. Disisis lain bahwa pendidikan mengenai kopersi meningkat pesat sekali, dengan memasukkan dalam setiap jenjang pendidikan. Ketentuan Ipres ini jelas-jelas telah menabrak Pasal 27 ayat (1), dan (2) UUD 1945, dengan adanya pemecatan atas pegawai yang tidak bisa mengikuti garis-garis besar perkoperasian, sehingga akibat lebih lanjutnya ialah Muhammad Hatta mengundurkan diri untuk tidak menjadi Wakil Presiden dan koperasi kehilangan tokohnya yang dudud di Pemerintahan.

h. Undang-Undang Tentang Pokok-pokok Perkoperasi (UU 14/1965)
Undang-undang sebagai pengejahwantahan prinsip nasakom ini mengebiri prinsip koperasi yang telah ada di Indonesia. Koperasi didefinisikan sebagai organisasi eonomi dan Alat Revolusi yang berfungsi sebagai tempat persemaian insane masyarakat serta wahana menuju sosialisme Indonesia beradasarkan Pancasila. Kemudian pengesahan UU ini pada saat Musyawarah Nasional Koperasi memperlihatkan sensasinya kepada dunia dengan keluarnya Indonesia dalam keanggotaan di International Coperative Allliace (ICA).

i. Undang-Undang Tentang Pokok-pokok Perkoperasi (UU 12/1967)
Undang-undang racikan pemerintahan Orde Baru, Soeharto ini mendapatkan tanggapan positif dari semua perkumpulan koperasi karena kembalinya hakikat koperasi itu sendiri. UU yang memurnikan asas koperasi yang sejati dan menyingkirkan depolitisasi koperasi ini secara tegas mencabut UU 14/1965 tentang perkoperasian. Hubungan baik yang sempat terputus dengan ICA kembali diperbaiki pada berlakunya UU 12/1967. Koperasi didefinisikan sebagai organisasi-organisasi rakyat yang berwatakkan social, beranggotakan orang-orang, atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Ini merupakan UU pertama yang menjadikan koperasi adalah badan hukum apabila koperasi tersebut telah menyesuaikan diri dengan UU 12 Tahun 1967.

B. Sesudah UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

a. UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Undang-undang ini hadir atas ketidakjelasan aturan main di lapangan mengenai jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, permodalan, serta pembinaan koperasi untuk lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Pengaturan koperasi sebagai badan hukum semakin jelas pada definisi koperasi menurut UU 25 Tahun 1992 yakni badan hukum yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi serta berdasar pada asas kekeluargaan.

b. UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Undang-undang yang menyiratkan bahwa usaha miko, kecil, dan menengah ini secara tegas menyuratkan bahwa pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah, ini bisa didorong melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah. Dengan keluarnya UU ini diharapkan untuk semakin berkembangnya usaha koperasi untuk membiayai usaha usaha mikro kecil dan menengah sebagaimana pasal 22 UU 20/2008.











PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KOPERASI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN  
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang
:
a.
bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata  perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;






b.
bahwa Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;


c.
bahwa pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat;






d.
bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.




Mengingat
:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;




Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :         UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN
BAB I KETENTUAN UMUM 
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
  1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
  1. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
  1. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
  1. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.
  1. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi.
BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Bagian Pertama (Landasan dan Asas)
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan.
Bagian Kedua (Tujuan)
Pasal 3
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB III FUNGSI, PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI
Bagian Pertama (Fungsi dan Peran)
Pasal 4 
Fungsi dan peran Koperasi adalah :
a.       membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b.      berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
c.       memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya;
d.      berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Bagian Kedua (Prinsip Koperasi)
Pasal 5 
1.      Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut :
a.       keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b.      pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c.       pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d.      pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e.       kemandirian
2.      Dalam mengembangkan Koperasi, maka koperasi melaksanakan pula  prinsip Koperasi sebagai berikut :
a.       pendidikan perkoperasian;
b.      kerja sama antarkoperasi.






BAB IV PEMBENTUKAN  
Bagian Pertama (Syarat Pembentukan)
Pasal 6
(1)
Koperasi Primer dibentuk sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang.


(2)
Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi.
Pasal 7
(1)
Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar.


(2)
Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal 8
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a.       daftar nama pendiri;
b.      nama dan tempat kedudukan;
c.       maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d.      ketentuan mengenai keanggotaan;
e.       ketentuan mengenai Rapat Anggota;
f.       ketentuan mengenai pengelolaan;
g.      ketentuan mengenai permodalan;
h.      ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
i.        ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
j.        ketentuan mengenai sanksi.

Bagian Kedua (Status Badan Hukum)
Pasal 9
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah.
Pasal 10
1.  Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai akta pendirian Koperasi.
2.  Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan.
3.  Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 11
1.  Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan penolakan diberitahukan kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
2.  Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
3.  Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang.


Pasal 12
1.  Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Rapat Anggota.
2.  Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha Koperasi dimintakan pengesahan kepada Pemerintah.
Pasal 13
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan pengesahan akta pendirian, dan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1.  Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi usaha, satu Koperasi atau lebih dapat:
a.     menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain, atau
b.     bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru.
2.  Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan membentuk Koperasi baru.

Bagian Ketiga (Bentuk dan Jenis)
Pasal 15
Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Pasal 16
Jenis Koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.

BAB VKEANGGOTAAN 
Pasal 17
(1)  Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi.
(2)    Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar angota.
Pasal 18
(1)  Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)  Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 19
(1)  Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi.
(2)  Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
(3)  Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
(4)  Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 20 
(1)  Setiap anggota mempunyai kewajiban :
a.    mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;
b.    berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi;
c.    mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
(2)  Setiap anggota mempunyai hak :
a.    menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b.    memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas;
c.    meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
d.   mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta;
e.    memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota;
f.     mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.

BAB VI PERANGKAT ORGANISASI 
Bagian Pertama (Umum)
Pasal 21 
Perangkat Organisasi Koperasi terdiri dari :
a. Rapat Anggota;
b. Pengurus;
c. Pengawas.
Bagian Kedua (Rapat Anggota)
Pasal 22
1.   Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
2.   Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 23
Rapat Anggota menetapkan :
a.     Anggaran Dasar;
b.     kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha Koperasi;
c.      pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
d.     rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta pengesahan laporan keuangan;
e.     pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;
f.        pembagian sisa hasil usaha;
g.     penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi.






Pasal 24 
1.  Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
2.  Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah, maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
3.  Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu suara.
4.  Hak suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi-anggota secara berimbang.
Pasal 25 
Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi.
Pasal 26 
1.   Rapat Anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.
2.   Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau.
Pasal 27
1.  Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Koperasi dapat melakukan Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada Rapat Anggota.
2.  Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi dan atau keputusan Pengurus yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
3.  Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
Pasal  28
Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga (Pengurus)
Pasal 29
1.  Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat ANggota.
2.  Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.
3.  Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota Pengurus dicantumkan dalam akta pendirian.
4.  Masa jabatan Pengurus paling lama 5 (lima) tahun.
5.  Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 30
1.   Pengurus bertugas :
a.         Mengelola Koperasi dan usahanya;
b.        Mengajukan rencana-rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c.         Menyelenggarakan Rapat Anggota;
d.        Mengajukan laboran keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e.         Menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
f.         Memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
2.   Pengurus berwenang :
a.         mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b.        memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
c.         melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.
Pasal 31
Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.
Pasal 32
1.  Pengurus Koperasi dapat mengangkat Pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha.
2.  Dalam hal Pengurus Koperasi bermaksud untuk mengangkat pemgelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota untuk mendapat pesetujuan.
3.  Pengelola bertanggung jawab kepada Pengurus.
4.  Pengelolaan usaha oleh Pengelola tidak mengurangi tanggung jawab Pengurus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31.
Pasal 33
Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan Pengurus Koperasi merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan.


Pasal 34
1.  Pengurus, baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri,  menanggung kerugian yang diderita Koperasi, kaena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
2.  Disamping peggantian kerugian tersebut, apabila tindakan itu dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntuntutan.
Pasal 35
Setelah tahun buku Koperasi ditutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum diselenggarakan rapat anggota tahunan, Pengurus menyusun laporan tahunan yang memuat sekurang-kurangnya :
a.    perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan hasil usaha dari tahun yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut.
b.    keadaan dan usaha Koperasi serta hasil usaha yang dapat dicapai.
Pasal 36
1.  Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ditandatangani oleh semua anggota Pengurus.
2.  Apabila salah seorang anggota Pengurus tidak menandatangani laporan tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan menjelaskan secara tertulis.

Pasal 37
Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan, merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.

Bagian Keempat (Pengawas)
Pasal 38
1.   Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
2.   Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota.
3.  Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota Pengawas ditetapkan dalam     Anggaran Dasar.
Pasal 39
1.  Pengawas bertugas :
a.  melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi;
b.  membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
2.  Pengawasan berwenang :
a.  meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
b.  mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
3.  Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.

Pasal 40
Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik.

BAB  VIIMODAL 
Pasal 41
1.  Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
2.  Modal sendiri dapat berasal dari :
a.  simpanan pokok;
b.  simpanan wajib;
c.  dana cadangan;
d.  hibah.
3.  Modal pinjaman dapat berasal dari :
a.  anggota
b.  Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c.  bank dan lembaga;
d.  penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e.  sumber lain yang sah.




Pasal 42
1.    Selain modal sebagaimana dimaksud Pasal 41, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan.
2.    Ketentuan mengenai pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB  VIIILAPANGAN USAHA
Pasal 43
1.  Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota.
2.  Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi.
3.  Koperasi menjalankan kegiatan usa dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.
Pasal 44
1.  Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk :
a.     anggota Koperasi yang bersangkutan;
b.     Koperasi lain dan/atau anggotanya.

2.  Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.

3.  Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB  IX SISA HASIL USAHA
Pasal 45
1.  Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
2.  Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota.
3.  Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.







BAB  X PEMBUBARAN KOPERASI 
Bagian Pertama (Cara Pembubaran Koperasi)
Pasal 46
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan :
a.    Keputusan Rapat Anggota, atau
b.    Keputusan Pemerintah.
Pasal 47
1.  Keputusan pembubaran oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b  dilakukan apabila :
a.    terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini;
b.    kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c.    kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.
2.  Keputusan pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh Koperasi yang bersangkutan.
3.  Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan.
4.  Keputusan Pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan keberatan tersebut.

Pasal 48
Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dan tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49
(1)  Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh Kuasa Rapat Anggota kepada;
a.      semua kreditor;
b.      Pemerintah.

(2)  Pemberitahuan kepada semua kreditor dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal pembubaran tersebut berlangsung berdasarkan keputusan Pemerintah.

(3)  Selama pemberitahuan pembubaran Koperasi belum berlaku baginya.

Pasal 50
Dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 disebutkan :
a.       Nama dan alamat Penyelesai, dan
b.      Ketentuan bahwa semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu 3 tiga bulan sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.





Bagian Kedua (Penyelesaian)
Pasal 52
1.      Penyelesaian dilakukan oleh penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai.
2.      Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota.
3.      Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.
4.      Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan ”Koperasi dalam penyelesaian”.
Pasal 53
1.    Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi.
2.    Penyelesai bertanggung jawab kepada Kuasa Rapat Anggota dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota dan kepada Pemerintah dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.

Pasal 54
Penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban sebagai berikut :
a.    Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama ”Koperasi dalam penyelesaian”.
b.    Mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan;
c.    Memanggil pengurus, anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
d.   Memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip Koperasi;
e.    Menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan dari pembayaran hutang lainnya;
f.     Menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi;
g.    Membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota;
h.    Membuat berita acara penyelesaian.
Pasal 55
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi, anggota hanya menanggung kerugian sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya.

Bagian Ketiga (Hapusnya Status Badan Hukum)
Pasal 56
1.    Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia.
2.    Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia.






BAB  XI LEMBAGA GERAKAN KOPERASI
Pasal 57
1.    Koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi.
2.    Organisasi ini berasaskan Pancasila.
3.    Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja organisasi diatur dalam Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan.
Pasal 58
1.   Organisasi tersebut melakukan kegiatan :
a.     memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b.     meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
c.     melakukan pendidikan perkopersian bagi anggota dan masyarakat;
d.     mengembangkan kerjasama antar koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
2.   Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, Koperasi secara bersama-sama menghimpun dana koperasi.
Pasal 59
Organisasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) disahkan oleh Pemerintah.

BAB  XII PEMBINAAN 
Pasal 60
1.  Pemerintah menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi mendorong pertumbuhan serta pemasyarakatan Koperasi.
2.  Pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada Koperasi.


Pasal 61
Dalam upaya mendorong dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
a.         Memberikan  kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
b.        Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh, dan mandiri;
c.         Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
d.        Membudayakan Koperasi dalam masyarakat.

Pasal 62
Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi, Pemerintah :
a.         Membimbing usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya.;
b.        Mendorong, mengembangkan, dan membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian perkoperasian;
c.         Memberikan kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi;
d.        Membantu pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antar Koperasi;
e.         Memberikan bantuan konsultasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip Koperasi.

Pasal 63
1.  Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dapat :
a.    menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan Koperasi
b.    menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya.
2.  Persyaratan dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 64
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63 dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional, serta pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.

BAB  XIII KETENTUAN PERALIHAN 
Pasal 65
Koperasi yang telah memiliki status badan hukum pada saat Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan telah memperoleh status badan hukum berdasarkan Undang-undang ini.


BAB  XIV KETENTUAN PENUTUP 
Pasal 66
1.  Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832) dinyatakan tidak berlaku lagi.
2.  Peraturan pelaksanaan  Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara 1967 Nomor 2832) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.







Pasal 67
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Diundangkan di Jakarta                                                                     Disahkan di Jakarta                 
Pada tanggal 21 Oktober 1992                                                          Padatanggal 21Oktober 1992

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA                                         PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA                                                  
                                                                                               
M O E R D I O N O                                                                          S O E H A R T O


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 116.
Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIS KABINET RI
Kepala Biro Hukum
Dan Perundang-undangan


Bambang Kesowo, SH, LL.M.


sumber :  http://007umkm.wordpress.com/2008/09/26/prosedur-pendirian-koperasi/