EKONOMI KOPERASI
PROSEDUR ATAU TATA CARA MENDIRIKAN
KOPERASI DIKALANGAN MASYARAKAT
NAMA : ATIKA NUR AFLAH
NPM :
18211125
KELAS : 2EA21
FAKLTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA KALIMALANG
PROSEDUR PENDIRIAN KOPERASI
A.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian.
B.
Peraturan
Pemerintah RI Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
C.
Peraturan
Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Republik Indonesia
No.01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
D.
Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah R.I. Nomor
19/Kep/M/III/2000 tentang Pedoman Kelembagaan dan Usaha Koperasi.
E.
Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor 123 / Kep/M-KUKM/X/2004 tentang
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian,
Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi pada Propinsi, Kabupaten/Kota.
F.
Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor 124/Kep/M-KUKM/X/2004 tentang
Penugasan Pejabat yang berwenang untuk Memberikan Pengesahan Akta Pendirian,
Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi Tingkat Nasional.
G.
Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor
98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi.
H. Suatu koperasi hanya dapat didirikan
bila memenuhi persyaratan dalam mendirikan koperasi. Syarat-syarat
pembentukan koperasi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha
Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 104.1/Kep/M.Kukm/X/2002 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian Dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi, adalah sebagai berikut :
a. Koperasi primer dibentuk dan
didirikan oleh sekurang-kurangnya dua puluh orang yang mempunyai kegiatan dan
kepentingan ekonomi yang sama;
b. Pendiri koperasi primer sebagaimana
tersebut pada huruf a adalah Warga Negara Indonesia, cakap secara hukum dan
maupun melakukan perbuatan hukum;
c.
Usaha yang
akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi, dikelola secara
efisien dan mampu memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi anggota
d. Modal sendiri harus cukup tersedia
untuk mendukung kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi;
e.
Memiliki
tenaga terampil dan mampu untuk mengelola koperasi.
Selain persyaratan diatas, perlu juga
diperhatikan beberapa hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan
koperasi yang dikemukakan oleh Suarny Amran et.al (2000:62) antara lain sebagai
berikut :
a.
Orang-orang
yang akan mendirikan koperasi dan yang nantinya akan menjadi anggota koperasi
hendaknya mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama. Artinya tidak
setiap orang dapat mendirikan dan atau menjadi anggota koperasi tanpa
didasarkan pada adanya kejelasan mengenai kegiatan atau kepentingan ekonomi
yang akan dijalankan. Kegiatan ekonomi yang sama diartikan, memiliki profesi
atau usaha yang sama, sedangkan kepentingan ekonomi yang sama diartikan memiliki
kebutuhan ekonomi yang sama.
b. Usaha yang akan dilaksanakan oleh
koperasi harus layak secara ekonomi. Layak secara ekonomi diartikan bahwa usaha
tersebut akan dikelola secara efisien dan mampu menghasilkan keuntungan usaha
dengan memperhatikan faktor-faktor tenaga kerja, modal dan teknologi.
c. Modal sendiri harus cukup tersedia
untuk mendukung kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi. Hal
tersebut dimaksudkan agar kegiatan usaha koperasi dapat segera dilaksanakan
tanpa menutup kemungkinan memperoleh bantuan, fasilitas dan pinjaman dari pihak
luar.
d. Kepengurusan dan manajemen harus
disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan agar tercapai
efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan koperasi. Perlu diperhatikan mereka
yang nantinya ditunjuk/dipilih menjadi pengurus haruslah orang yang memiliki
kejujuran, kemampuan dan kepemimpinan, agar koperasi yangdidirikan tersebut
sejak dini telah memiliki kepengurusan
Setelah persyaratan terpenuhi para pendiri kemudian
mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk mengadakan rapat pembentukan
koperasi, setelah memiliki bekal yang cukup dan telah siap para pendiri
melakukan rapat pembentukan koperasi yang dihadiri dinas koperasi dan pejabat
lainnya, pendirian koperasi tidak sampai disana karena lembaga koperasi
yang telah didirikan perlu disahkan badan hukumnya. Penjelasan lebih lanjut
mengenai tahapan-tahapan tersebut diuraikan di bawah ini :
A. Tahap
Persiapan Pendirian Koperasi
Sekelompok orang bertekad untuk mendirikan sebuah
koperasi terlebih dahulu perlu memahami maksud dan tujuan pendirian koperasi,
untuk itu perwakilan dari pendiri dapat meminta bantuan kepada Dinas Koperasi
dan UKM ataupun lembaga pendidikan koperasi lainnya untuk memberikan penyuluhan
dan pendidikan serta pelatihan mengenai pengertian, maksud, tujuan, struktur
organisasi, manajemen, prinsip-prinsip koperasi, dan prospek pengembangan
koperasi bagi pendiri. Setelah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan
perkoperasian, para pendiri sebaiknya membentuk panitia persiapan pembentukan
koperasi, yang bertugas :
a. Menyiapkan dan menyampaikan undangan
kepada calon anggota, pejabat pemerintahan dan pejabat koperasi.
b. Mempersiapakan acara rapat.
c. Mempersiapkan tempat acara.
d. Hal-hal lain yang berhubungan dengan
pembentukan koperasi.
B. Tahap
rapat pembentukan koperasi
Setelah
tahap persiapan selesai dan para pendiri pembentukan koperasi telah memiliki
bekal yang cukup dan telah siap melakukan rapat pembentukan
koperasi. Rapat pembentukan koperasi harus dihadiri oleh 20 orang calon
anggota sebagai syarat sahnya pembentukan koperasi primer. Selain itu, pejabat
desa dan pejabat Dinas Koperasi dan UKM dapat diminta hadir untuk membantu
kelancaran jalannya rapat dan memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya.
Hal-hal yang
dibahas pada saat rapat pembentukan koperasi , dapat dirinci sebagai berikut :
1.
Pembuatan dan pengesahan akta pendirian koperasi , yaitu
surat keterangan tentang pendirian koperasi yang berisi pernyataan dari para
kuasa pendiri yang ditunjuk dan diberi kuasa dalam suatu rapat pembentukan
koperasi untuk menandatangani Anggaran Dasar pada saat pembentukan koperasi.
2. Pembuatan
Anggaran Dasar koperasi, yaitu pembuatan aturan dasar tertulis yang memuat
tata kehidupan koperasi yang disusun dan disepakati oleh para
pendiri koperasi pada saat rapat pembentukan. Konsep Anggaran Dasar
koperasi sebelumnya disusun oleh panitia pendiri, kemudian panitia pendiri itu
mengajukan rancangan Anggaran Dasarnya pada saat rapat pembentukan untuk
disepakati dan disahkan. Anggaran Dasar biasanya mengemukakan :
3. Nama dan
tempat kedudukan, maksudnya dalam Anggaran Dasar tersebut dicantumkan
nama koperasi yang akan dibentuk dan lokasi atau wilayah kerja koperasi
tersebut berada.
4. Landasan,
asas dan prinsip koperasi, di dalam Anggaran Dasar dikemukakan landasan, asas
dan prinsip koperasi yang akan dianut oleh koperasi.
5. Maksud dan
tujuan, yaitu pernyataan misi, visi serta sasaran pembentukan koperasi.
6. Kegiatan
usaha, merupakan pernyataan jenis koperasi dan usaha yang akan dilaksanakan
koperasi. Dasar penentuan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan
dan kebutuhan ekonomi para anggotanya. Misalnya, koperasi simpan pinjam,
koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi pemasaran dan koperasi jasa atau
koperasi serba usaha.
7. Keanggotaan, yaitu
aturan-aturan yang menyangkut urusan keanggotaan koperasi. Urusan keanggotaan
ini dapat ditentukan sesuai dengan kegiatan usaha koperasi yang akan
dibentuknya. Biasanya ketentuan mengenai keanggotaan membahas persyaratan dan
prosedur menjadi anggota koperasi , kewajiban dan hak-hak dari anggota serta
ketentuan-ketentuan dalam mengakhiri status keanggotaan pada koperasi.
8. Perangkat
koperasi, yaitu unsur-unsur yang terdapat pada organisasi koperasi. Perangkat
koperasi tersebut, sebagai berikut :
9. Rapat Anggota. Dalam Anggaran Dasar dibahas
mengenai kedudukan rapat anggota di dalam koperasi, penetapan waktu pelaksanaan
rapat anggota, hal-hal yang dapat dibahas dalam rapat anggota, agenda acara
rapat anggota tahunan, dan syarat sahnya pelaksanaan rapat anggota koperasi.
10. Pengurus. Dalam Anggaran Dasar dijabarkan
tentang kedudukan pengurus dalam koperasi, persyaratan dan masa jabatan
pengurus, tugas, kewajiban serta wewenang dari pengurus koperasi.
11. Pengawas. Dalam Anggaran Dasar dijabarkan
tentang kedudukan pengawas dalam koperasi, persyaratan dan masa jabatan
pengawas, tugas serta wewenang dari pengawas koperasi.
12. Selain dari
ketiga perangkat tersebut dapat ditambahkan pula pembina atau badan penasehat.
13. Ketentuan
mengenai permodalan perusahaan koperasi, yaitu pembahasan mengenai jenis
modal yang dimiliki (modal sendiri dan modal pinjaman), ketentuan mengenai
jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang harus dibayar oleh anggota.
14. Ketentuan
mengenai pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), yaitu ketentuan yang membahas
penjelasan mengenai SHU serta peruntukan SHU koperasi yang didapat.
15. Pembubaran
dan penyelesaian, membahas tata-cara pembubaran koperasi dan
penyelesaian masalah koperasi setelah dilakukan pembubaran. Biasanya penjelasan
yang lebih rinci mengenai hal ini dikemukakan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga atau aturan lainnya.
16. Sanksi-sanksi, merupakan
ketentuan mengenai sanksi yang diberikan kepada anggota, pengurus dan pengawas
koperasi, karena terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap Anggaran Dasar
atau aturan lain-nya yang telah ditetapkan.
17. Anggaran
rumah tangga dan peraturan khusus, yaitu ketentuan-ketentuan pelaksana
dalam Anggaran Dasar yang sebelumnya dimuat dalam Anggaran Dasar.
18. Penutup
·
Pembentukan pengurus, pengawas, yaitu memilih
anggota orang-orang yang akan dibebani tugas dan tanggungjawab atas
pengelolaan, pengawasan di koperasi
·
Neraca awal koperasi, merupakan
perincian posisi aktiva dan pasiva diawal pembentukan koperasi
·
Rencana kegiatan usaha, dapat
berisikan latar belakang dan dasar pembentukan serta rencana kerja koperasi
pada masa akan datang.
C.
Pengesahan badan hukum
Setelah terbentuk pengurus dalam rapat pendirian
koperasi, maka untuk mendapatkan badan hukum koperasi, pengurus/pendiri/kuasa
pendiri harus mengajukan permohonan badan hukum kepada pejabat terkait, sebagai
berikut :
a. a. Para pendiri atau kuasa
pendiri koperasi terlebih dulu mengajukan permohonan pengesahan
akta pendirian secara tertulis diajukan kepada Kepala Dinas
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dengan melampirkan :
-
Anggaran
Dasar Koperasi yang sudah ditandatangani pengurus rangkap dua, aslinya
bermaterai)
-
Berita acara
rapat pendirian koperasi.
-
Surat
undangan rapat pembentukan koperasi
-
Daftar hadir
rapat.
-
Daftar
alamat lengkap pendiri koperasi.
-
Daftar
susunan pengurus, dilengkapi photo copy KTP (untuk KSP/USP dilengkapi riwayat
hidup).
-
Rencana awal
kegiatan usaha koperasi.
-
Neraca
permulaan dan tanda setor modal minimal Rp.5.000.000 (lima juta rupiah) bagi
koperasi primer dan Rp.15.000.000 (lima belas juta rupiah) bagi koperasi
sekunder yang berasal dari simpanan pokok, wajib, hibah.
-
Khusus untuk
KSP/USP disertai lampiran surat bukti penyetoran modal sendiri minimal Rp.
15.000.000 (lima belas juta rupiah) bagi koperasi primer dan Rp.50.000.000
(lima puluh juta rupiah) bagi koperasi sekunder yang berupa deposito pada bank
pemerintah.
-
Mengisi
formulir isian data koperasi.
-
Surat
keterangan dari desa yang diketahui oleh camat.
-
Daftar riwayat hidup dan pas foto para pengurus
sebanyak dua buah ukuran 4 x 6.
b. Membayar tarif pendaftaran
pengesahan akta pendirian koperasi sebesar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah).
c. Apabila permintaan pengesahaan akta
pendirian koperasi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan di atas kepada
pendiri atau kuasa pendiri diberikan bukti penerimaan.
d. Pejabat koperasi, yaitu Kepala Dinas
Koperasi dan UKM akan memberikan pengesahaan terhadap akta koperasi apabila
ternyata setelah diadakan penelitian Anggaran dasar koperasi.
-
tidak
bertentangan dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian,
dan
-
tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
e. Pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung sejak penerimaan permohonan pengesahan badan hukum dari
koperasi yang bersangkutan harus telah memberikan jawaban pengesahannya. Tetapi
biasanya proses pengesahan di dinas koperasi dapat selesai hanya dalam waktu 3
(tiga) minggu.
f. Bila Pejabat berpendapat bahwa Akte
Pendirian/Anggaran Dasar tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan
Undang-undang koperasi dan peraturan pelaksananya serta kegiatannya sesuai
dengan tujuan, maka akte pendirian di daftar dengan nomor urut dalam Buku
Daftar Umum. Kedua buah Akte Pendirian/Anggaran Dasar tersebut dibubuhi
tanggal, nomor pendaftaran tentang tanda pengesahan oleh Pejabat a.n Menteri.
g. Tanggal pendaftaran akte Pendirian
berlaku sebagai tanggal sesuai berdirinya koperasi yang mempunyai badan hukum,
kemudian Pejabat mengumumkan pengesahan akta pendirian di dalam Berita
Negara Republik Indonesia
h. Buku Daftar Umum serta Akte-Akte
salinan/petikan ART/AD Koperasi dapat diperoleh oleh pengurus koperasi dengan
mengganti biaya fotocopy dan harus dilegalisir oleh Pejabat Koperasi yang
bersangkutan. Biaya yang dikenakan untuk hal di atas adalah Rp. 25.000
i.
Dalam hal
permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan penolakan diberitahukan
oleh pejabat kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3
(tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
j.
Terhadap
penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan
ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
k. Keputusan terhadap pengajuan
permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterimanya pengajuan permintaan ulang.
-
Penandatanganan
nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia
dengan Ikatan Notaris Indonesia pada tanggal 4 Mei 2004 dan Keputusan Menteri
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi membuat perubahan dalam prosedur pendirian koperasi yaitu
proses pembuatan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, dan akta-akta lain
berkaitan dengan koperasi sebagai badan hukum maka hal tersebut dilakukan
dihadapan notaris. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan hukum
kepada masyarakat.
-
Berdasarkan
Kepmen No.98 tahun 2004, prosedur pendirian koperasi yang melibatkan notaris di
dalamnya, masih mengikuti prosedur yang ada, tetapi ada beberapa tahapan yang
melibatkan notaris yaitu :
a.
Rapat pembentukan koperasi selain mengundang minimal
20 orang calon anggota, pejabat desa, pejabat dinas koperasi hendaknya
mengundang pula notaris yang telah ditunjuk pendiri koperasi, yaitu notaris
yang telah berwenang menjalankan jabatan sesuai dengan jabatan notaris,
berkedudukan di wilayah koperasi itu berada (dalam hal ini berkedudukan di
Kabupaten Bandung), serta memiliki sertifikat tanda bukti telah mengikuti
pembekalan di bidang perkoperasian yang ditandatangani oleh menteri koperasi
dan UKM RI.
b. Notaris yang telah membuat akta pendirian koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian membacakan dan menjelaskan isinya kepada para pendiri, anggota atau kuasanya sebelum menanda-tangani akta tersebut.
c. Kemudian akta pendirian koperasi yang telah dibuat notaris pembuat akta koperasi disampaikan kepada pejabat dinas koperasi untuk dimintakan pengesahannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Notaris yang telah membuat akta pendirian koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian membacakan dan menjelaskan isinya kepada para pendiri, anggota atau kuasanya sebelum menanda-tangani akta tersebut.
c. Kemudian akta pendirian koperasi yang telah dibuat notaris pembuat akta koperasi disampaikan kepada pejabat dinas koperasi untuk dimintakan pengesahannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sejarah Perundang-Undangan Koperasi
di Indonesia
Kronologis dan Sejarah tentang Koperasi di Indonesia
A. Sebelum UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
a. Verordening op de Cooperatieve Verenigingen (Stb. 431/1915)
Merupakan regulasi pertama yang berlaku bagi semua golongan penduduk (Pasal 131 IS) yang ada di Indonesia. Peraturan ini timbul atas adnya kekosongan hukum akan pengaturan koperasi padahal telah berdiri berbagai bentuk badan hukum koperasi seperti koperasi E Sieburg, gerakan Budi Utomo, dan Serikat Islam. Definisi Koperasi pada Regulasi ini adalah, “perkumpulan orang-orang dimana orang-orang tersebut diperbolehkan untuk keluar masuk sebagai anggota, yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran anggotanya, dengan cara bersama-sama menyelenggarakan suatu system penghidupan atau pekerjaan, atau secara bersama-sama atau secara bersama-sama menyediakan alat perlengkapan atau bahan-bahan keperluan mereka, atau secara memberikan uang muka atau kredit”.
Dengan menggunakan asas konkordansi, maka ketentuan yang ada di Belanda dapat dikatakan sama seperti yang tertuang pada Verordening op de Cooperatieve Verenigingen. Sistem yang diberlakukan di Belanda yang ditanam tanpa penyesuaian ternyata malah menyusahkan penduduk golongan III yakni Pribumi. Mereka dalam mendirikan badan usaha koperas harus memiliki prasyarat mulai dari Akta Notaris, akta pendirian berbahasa Belanda, matrai, hingga pengumuman di surat kabar Javasche Courant. Biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha yang ingin membuat koperasi pada saat itu sangatlah besar sehingga Verordening op de Cooperatieve Verenigingen dirasa tidak member manfaat dan ditentang habis-habisan oleh kaum pergerakan nasional.
b. Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen (Stb. 91/1927)
Ketika momentum yang tepat yakni pada saat politik balas budi Belanda baru saja didengungkan, perjuangan para nasionalis akan keengganan regulasi Verordening op de Cooperatieve Verenigingen berbuah hasil, dengan keluarnya “Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen”. Sehingga dalam penerapannya Verordening op de Cooperatieve Verenigingen menjadi untuk Gol. I dan Gol II, sedangkan Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen hanya untuk Gol. III saja. Peraturan Koperasi ini menundukan pada Hukum Adat dan bukan pada BW ataupun MvK.
Desakan liberalistik dari pasar tanah air atas bentukan Belanda pada saat itu membuat kemudahan demi kemudahan yang ditawarkan oleh Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen tidak berarti dan masih saja membuat koperasi di Indonesia sulit berkembang. Buktinya adalah dari 172 yang tercatat dan 1540 kopersi tidak tercatat makin hari jumlahnya makin menurun karena tidak puas dengan hasil yang dicapai kopersi pada priktiknya.
c. Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen (Stb. 108/1933)
Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen, merupakan perubahan dari Verordening op de Cooperatieve Verenigingen yang berlaku bagi Gol. I, II dan III, namun disisi lain peraturan Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen untuk Gol. III masih tetap berlaku. Pada masa ini atas kebijakan penghematan maka Departemen Ekonomi atas anjuran dari Jawatan Koperasi mendirikan gabungan dari pusat-pusat koperasi di Hindia Belanda yang dinamakan Moeder Centrale. Sedangkan usaha menyuntikan dana segar sebesar f-25.000.000 untuk koperasi, menjadi gagal total dengan keluarnya Ordonantie op Inlandsche Maatshappji op Aandeelen yang memudahkan pelaku usaha berkembang dengan menggunakan Maskapai Andil dan bukan Koperasi yang dicanangkan pada saat adanya Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen. Pada kesimpulannya bahwa keberatan-keberatan untuk pembentukan koperasi yang tadinya ada, sejak Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.
d. Regeling Cooperatieve Verenigingen (Stb. 179/1949)
Regulasi yang pertama kali dicetuskan sejak kemerdekaan Indonesia ini, timbul karena krisis yang berkepanjangan mulai dari agresi militer Belanda, hingga pemberontakan PKI. Regulasi ini mengubah definisi koperasi dengan menambahkan unsur syarat pendiriannya. Hal ini diluncurkan mengantisipasi Konfrensi Meja Bundar yang dilaksanakan sebelum Regeling ini dibuat. Pada saat regulasi ini berlaku banyak hal yang terjadi mulai dengan adanya Kongres Pertama Koperasi seluruh Indonesia, yang hari 12 Juli 1947 dijadikan sebagai, “Hari Koperasi”, adanya Bank Koperasi Provinsi, hingga pembekuan oleh Mentri Kehakiman atas Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen.
e. Undang-Undang Tentang Perkumpulan Koperasi (UU 79/1958)
Pembuatan UU yang sangat tergesa-gesa ini dirasakan oleh banyak kalangan saat itu tidak membawa banyak perubahan. Namun UU yang mencabut Regeling-regeling sebelumnya tentang koperasi ini, memodifikai prinsip dengan menyerap prinsip koperasi Rochdale. Definisi Koperasi dalam UU ini disebutkan bahwa koperasi ialah sebuah perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang tidak merupakan konsentrasi modal dengan berasaskan kekeluargaan, bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya, mendidik anggotanya, berdasarkan kesukarelaan, dan dalam pendiriannya harus menggunakan akta yang didaftarkan. Organisasi koperasi pada saat regulasi ini berlaku dipadandang sebagai alat perjuangan di bidang ekonomi melawan kapitalisme, dengan berprinsip dengan tidak mencari keuntungan (non-profit) tetapi mengutamakan pelayanan (service). Istilah saham yang biasa dikenal di Perseroan Terbatas, ternyata diganti menjadi “Simpanan Pokok”, yang memiliki fungsi yang lebih sosial yang mengajarkan kehidupan menabung dan kesedian anggotanya untuk berpartisipasi.
f. Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi (PP 60/1959)
Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi masih mengacu kepada norma peraturan perundang-undangan diatasnya yakni Undang-Undang 79/1958 Tentang Perkumpulan Koperasi. PP ini menyodorkan konsep pengaturan lebih lanjut mengenai tujuan koprasi atas dorongan, bimbingan, perlindungan serta pengawasan gerakan koprasi yang lebih terjamin secara serentak, tepat guna, berencana, dan terpimpin. Peralihan menjadi demokrasi Terpimpin menyebabkan koprasi juga harus menyesuaikan yakni dengan menjabarkan peranan koprasi yakni menyelenggarakan kegiatan ekonomi, meningkatkan taraf hidup, serta membina dan mengembangkanswadaya dan daya kreatifrakyat sebagai perwujudan masyarakat gotong royong.
g. Instruksi Presiden Nomor 2 dan 3 Tahun 1960
Sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi, Instruksi Presiden Nomor 2 dan 3 Tahun 1960, mengungkapkan pembentukan Badan Penggerak Koprasi sebagai wadah tunggal kerjasama antar jawatan koperasi dan masyarakat. Inpres yang mengatur campur tangan pemerintah terlalu dalam ini berakibat pada rusaknya mentalitas idiil koprasi dengan suburnya praktek mencari keuntungan dengan menjual barang-barang karena adanya kemudahan merendahkan harga kebutuhan pokok jikalau dijual oleh koprasi. Disisis lain bahwa pendidikan mengenai kopersi meningkat pesat sekali, dengan memasukkan dalam setiap jenjang pendidikan. Ketentuan Ipres ini jelas-jelas telah menabrak Pasal 27 ayat (1), dan (2) UUD 1945, dengan adanya pemecatan atas pegawai yang tidak bisa mengikuti garis-garis besar perkoperasian, sehingga akibat lebih lanjutnya ialah Muhammad Hatta mengundurkan diri untuk tidak menjadi Wakil Presiden dan koperasi kehilangan tokohnya yang dudud di Pemerintahan.
h. Undang-Undang Tentang Pokok-pokok Perkoperasi (UU 14/1965)
Undang-undang sebagai pengejahwantahan prinsip nasakom ini mengebiri prinsip koperasi yang telah ada di Indonesia. Koperasi didefinisikan sebagai organisasi eonomi dan Alat Revolusi yang berfungsi sebagai tempat persemaian insane masyarakat serta wahana menuju sosialisme Indonesia beradasarkan Pancasila. Kemudian pengesahan UU ini pada saat Musyawarah Nasional Koperasi memperlihatkan sensasinya kepada dunia dengan keluarnya Indonesia dalam keanggotaan di International Coperative Allliace (ICA).
i. Undang-Undang Tentang Pokok-pokok Perkoperasi (UU 12/1967)
Undang-undang racikan pemerintahan Orde Baru, Soeharto ini mendapatkan tanggapan positif dari semua perkumpulan koperasi karena kembalinya hakikat koperasi itu sendiri. UU yang memurnikan asas koperasi yang sejati dan menyingkirkan depolitisasi koperasi ini secara tegas mencabut UU 14/1965 tentang perkoperasian. Hubungan baik yang sempat terputus dengan ICA kembali diperbaiki pada berlakunya UU 12/1967. Koperasi didefinisikan sebagai organisasi-organisasi rakyat yang berwatakkan social, beranggotakan orang-orang, atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Ini merupakan UU pertama yang menjadikan koperasi adalah badan hukum apabila koperasi tersebut telah menyesuaikan diri dengan UU 12 Tahun 1967.
B. Sesudah UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
a. UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Undang-undang ini hadir atas ketidakjelasan aturan main di lapangan mengenai jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, permodalan, serta pembinaan koperasi untuk lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Pengaturan koperasi sebagai badan hukum semakin jelas pada definisi koperasi menurut UU 25 Tahun 1992 yakni badan hukum yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi serta berdasar pada asas kekeluargaan.
b. UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Undang-undang yang menyiratkan bahwa usaha miko, kecil, dan menengah ini secara tegas menyuratkan bahwa pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah, ini bisa didorong melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah. Dengan keluarnya UU ini diharapkan untuk semakin berkembangnya usaha koperasi untuk membiayai usaha usaha mikro kecil dan menengah sebagaimana pasal 22 UU 20/2008.
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KOPERASI
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa
Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha
berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur
berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata
perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
|
b.
|
bahwa
Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri
berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru
perekonomian nasional;
|
||
c.
|
bahwa
pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan
seluruh rakyat;
|
||
d.
|
bahwa untuk
mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan,
perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu
Undang-undang sebagai pengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian.
|
||
Mengingat
|
:
|
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-undang Dasar
1945;
|
|
|
|
|
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
- Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
- Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
- Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
- Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.
- Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi.
BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Bagian Pertama (Landasan dan Asas)
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar
atas asas kekeluargaan.
Bagian Kedua (Tujuan)
Pasal 3
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam
rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB III FUNGSI, PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI
Bagian Pertama (Fungsi dan Peran)
Pasal 4
Fungsi dan peran Koperasi adalah :
a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi
dan sosialnya;
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat;
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya;
d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Bagian Kedua (Prinsip Koperasi)
Pasal 5
1.
Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut :
a.
keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b.
pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c.
pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota;
d.
pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e.
kemandirian
2.
Dalam mengembangkan Koperasi, maka koperasi melaksanakan pula prinsip
Koperasi sebagai berikut :
a.
pendidikan perkoperasian;
b.
kerja sama antarkoperasi.
BAB IV PEMBENTUKAN
Bagian Pertama (Syarat Pembentukan)
Pasal 6
(1)
|
Koperasi Primer dibentuk sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang.
|
(2)
|
Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi.
|
Pasal 7
(1)
|
Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan
akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar.
|
(2)
|
Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik
Indonesia.
|
Pasal 8
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya:
a. daftar nama pendiri;
b. nama dan tempat kedudukan;
c. maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d. ketentuan mengenai keanggotaan;
e. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
f. ketentuan mengenai pengelolaan;
g. ketentuan mengenai permodalan;
h. ketentuan mengenai jangka waktu
berdirinya;
i.
ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
j.
ketentuan mengenai sanksi.
Bagian Kedua (Status Badan Hukum)
Pasal 9
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan
oleh Pemerintah.
Pasal 10
1. Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai akta pendirian Koperasi.
2. Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan.
3. Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Pasal 11
1. Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan
penolakan diberitahukan kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
2. Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat
mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterimanya penolakan.
3. Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan
ulang.
Pasal 12
1. Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Rapat Anggota.
2. Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan,
pembagian, dan perubahan bidang usaha Koperasi dimintakan pengesahan kepada
Pemerintah.
Pasal 13
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan
pengesahan akta pendirian, dan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1. Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi usaha, satu
Koperasi atau lebih dapat:
a. menggabungkan diri
menjadi satu dengan Koperasi lain, atau
b. bersama Koperasi
lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru.
2. Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan membentuk Koperasi
baru.
Bagian Ketiga (Bentuk dan Jenis)
Pasal 15
Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.
Pasal 16
Jenis Koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi
anggotanya.
BAB VKEANGGOTAAN
Pasal 17
(1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan
sekaligus pengguna jasa Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi
dicatat dalam buku daftar angota.
Pasal 18
(1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi
ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau
Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Koperasi dapat memiliki anggota luar
biasa yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
Pasal 19
(1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada
kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh
atau diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
(3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat
dipindahtangankan.
(4) Setiap anggota mempunyai kewajiban
dan hak yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 20
(1) Setiap anggota mempunyai kewajiban :
a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang
telah disepakati dalam Rapat Anggota;
b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi;
c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Setiap anggota mempunyai hak :
a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas;
c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
d. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik
diminta maupun tidak diminta;
e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama
anggota;
f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan
dalam Anggaran Dasar.
BAB VI PERANGKAT ORGANISASI
Bagian Pertama (Umum)
Pasal 21
Perangkat Organisasi Koperasi terdiri dari :
a. Rapat
Anggota;
b. Pengurus;
c. Pengawas.
Bagian Kedua (Rapat Anggota)
Pasal 22
1. Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
Koperasi.
2. Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur
dalam Anggaran Dasar.
Pasal 23
Rapat Anggota menetapkan :
a. Anggaran Dasar;
b. kebijaksanaan umum di bidang organisasi,
manajemen, dan usaha Koperasi;
c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian
Pengurus dan Pengawas;
d. rencana kerja, rencana anggaran pendapatan
dan belanja Koperasi, serta pengesahan laporan keuangan;
e. pengesahan pertanggungjawaban Pengurus
dalam pelaksanaan tugasnya;
f. pembagian sisa hasil usaha;
g. penggabungan, peleburan, pembagian, dan
pembubaran Koperasi.
Pasal 24
1. Keputusan
Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
2. Apabila
tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah, maka pengambilan keputusan
dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
3. Dalam
hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu suara.
4. Hak
suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan
mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi-anggota secara
berimbang.
Pasal 25
Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan
Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi.
Pasal 26
1. Rapat
Anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.
2. Rapat
Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau.
Pasal 27
1. Selain
Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Koperasi dapat melakukan
Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera
yang wewenangnya ada pada Rapat Anggota.
2. Rapat
Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi dan
atau keputusan Pengurus yang pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
3. Rapat
Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
Pasal 28
Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat
Anggota Luar Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga (Pengurus)
Pasal 29
1. Pengurus dipilih dari
dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat ANggota.
2. Pengurus
merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.
3. Untuk
pertama kali, susunan dan nama anggota Pengurus dicantumkan dalam akta
pendirian.
4. Masa
jabatan Pengurus paling lama 5 (lima) tahun.
5. Persyaratan
untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota Pengurus ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
Pasal 30
1. Pengurus bertugas :
a.
Mengelola Koperasi dan usahanya;
b.
Mengajukan rencana-rencana kerja
serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c.
Menyelenggarakan Rapat Anggota;
d.
Mengajukan laboran keuangan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e.
Menyelenggarakan pembukuan
keuangan dan inventaris secara tertib;
f.
Memelihara daftar buku anggota
dan pengurus.
2. Pengurus berwenang :
a.
mewakili Koperasi di dalam dan di
luar pengadilan;
b.
memutuskan penerimaan dan
penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan
dalam Anggaran Dasar;
c.
melakukan tindakan dan upaya bagi
kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan
keputusan Rapat Anggota.
Pasal 31
Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi
dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.
Pasal 32
1. Pengurus
Koperasi dapat mengangkat Pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk
mengelola usaha.
2. Dalam
hal Pengurus Koperasi bermaksud untuk mengangkat pemgelola, maka rencana
pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota untuk mendapat pesetujuan.
3. Pengelola
bertanggung jawab kepada Pengurus.
4. Pengelolaan
usaha oleh Pengelola tidak mengurangi tanggung jawab Pengurus sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 31.
Pasal 33
Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan
Pengurus Koperasi merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan.
Pasal 34
1. Pengurus,
baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggung kerugian yang diderita
Koperasi, kaena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
2. Disamping
peggantian kerugian tersebut, apabila tindakan itu dilakukan dengan
kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan
penuntuntutan.
Pasal 35
Setelah tahun buku Koperasi ditutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
diselenggarakan rapat anggota tahunan, Pengurus menyusun laporan tahunan yang
memuat sekurang-kurangnya :
a. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru
lampau dan perhitungan hasil usaha dari tahun yang bersangkutan serta penjelasan
atas dokumen tersebut.
b. keadaan dan usaha Koperasi serta hasil usaha yang dapat dicapai.
Pasal 36
1. Laporan
tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ditandatangani oleh semua anggota
Pengurus.
2. Apabila
salah seorang anggota Pengurus tidak menandatangani laporan tahunan tersebut,
anggota yang bersangkutan menjelaskan secara tertulis.
Pasal 37
Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan,
merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.
Bagian Keempat (Pengawas)
Pasal 38
1.
Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
2.
Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota.
3.
Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota Pengawas
ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 39
1. Pengawas bertugas :
a. melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi;
b. membuat laporan tertulis tentang
hasil pengawasannya.
2. Pengawasan berwenang :
a. meneliti catatan yang
ada pada Koperasi;
b. mendapatkan segala
keterangan yang diperlukan.
3. Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak
ketiga.
Pasal 40
Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik.
BAB VIIMODAL
Pasal 41
1. Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
2. Modal sendiri dapat berasal dari :
a. simpanan pokok;
b. simpanan wajib;
c. dana cadangan;
d. hibah.
3. Modal pinjaman dapat berasal dari :
a. anggota
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c. bank dan lembaga;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.
Pasal 42
1. Selain
modal sebagaimana dimaksud Pasal 41, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan
modal yang berasal dari modal penyertaan.
2. Ketentuan
mengenai pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIIILAPANGAN USAHA
Pasal 43
1. Usaha
Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk
meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota.
2. Kelebihan
kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang bukan anggota Koperasi.
3. Koperasi
menjalankan kegiatan usa dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi
rakyat.
Pasal 44
1. Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui
kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk :
a. anggota Koperasi yang bersangkutan;
b. Koperasi lain dan/atau anggotanya.
2. Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah
satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.
3. Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX SISA HASIL USAHA
Pasal 45
1. Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang
diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan
kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
2. Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan
kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing
anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan
perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat
Anggota.
3. Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat
Anggota.
BAB X PEMBUBARAN KOPERASI
Bagian Pertama (Cara Pembubaran Koperasi)
Pasal 46
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan :
a. Keputusan Rapat Anggota, atau
b. Keputusan Pemerintah.
Pasal 47
1. Keputusan
pembubaran oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dilakukan apabila :
a.
terdapat
bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-undang
ini;
b.
kegiatannya
bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c.
kelangsungan
hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.
2. Keputusan
pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4
(empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana
pembubaran tersebut oleh Koperasi yang bersangkutan.
3. Dalam
jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan
pemberitahuan, Koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan.
4. Keputusan
Pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran
diberikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan
keberatan tersebut.
Pasal 48
Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dan tata cara
pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 49
(1) Keputusan
pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh Kuasa
Rapat Anggota kepada;
a.
semua kreditor;
b.
Pemerintah.
(2) Pemberitahuan
kepada semua kreditor dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal pembubaran tersebut
berlangsung berdasarkan keputusan Pemerintah.
(3) Selama
pemberitahuan pembubaran Koperasi belum berlaku baginya.
Pasal 50
Dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 disebutkan :
a.
Nama dan alamat Penyelesai, dan
b.
Ketentuan bahwa semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu
3 tiga bulan sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.
Bagian Kedua (Penyelesaian)
Pasal 52
1. Penyelesaian dilakukan oleh
penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai.
2. Untuk penyelesaian berdasarkan
keputusan Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota.
3. Untuk penyelesaian berdasarkan
keputusan Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.
4. Selama dalam proses penyelesaian,
Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan ”Koperasi dalam penyelesaian”.
Pasal 53
1. Penyelesaian segera dilaksanakan
setelah dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi.
2. Penyelesai bertanggung jawab kepada
Kuasa Rapat Anggota dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota dan kepada
Pemerintah dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.
Pasal 54
Penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban sebagai berikut :
a. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama ”Koperasi dalam
penyelesaian”.
b. Mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan;
c. Memanggil pengurus, anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan,
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
d. Memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip Koperasi;
e. Menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan
dari pembayaran hutang lainnya;
f. Menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban
Koperasi;
g. Membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota;
h. Membuat berita acara penyelesaian.
Pasal 55
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi, anggota hanya menanggung kerugian
sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya.
Bagian Ketiga (Hapusnya Status Badan Hukum)
Pasal 56
1. Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
2. Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran
Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia.
BAB XI LEMBAGA GERAKAN KOPERASI
Pasal 57
1. Koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal yang
berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai
pembawa aspirasi Koperasi.
2. Organisasi ini berasaskan Pancasila.
3. Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja organisasi diatur dalam Anggaran
Dasar organisasi yang bersangkutan.
Pasal 58
1. Organisasi tersebut
melakukan kegiatan :
a.
memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b.
meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
c. melakukan
pendidikan perkopersian bagi anggota dan masyarakat;
d. mengembangkan
kerjasama antar koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada
tingkat nasional maupun internasional.
2. Untuk melaksanakan
kegiatan tersebut, Koperasi secara bersama-sama menghimpun dana koperasi.
Pasal 59
Organisasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1)
disahkan oleh Pemerintah.
BAB XII PEMBINAAN
Pasal 60
1. Pemerintah
menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi mendorong pertumbuhan serta
pemasyarakatan Koperasi.
2. Pemerintah
memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan kepada Koperasi.
Pasal 61
Dalam upaya mendorong dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong
pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
a.
Memberikan kesempatan usaha
yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
b.
Meningkatkan dan memantapkan
kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh, dan mandiri;
c.
Mengupayakan tata hubungan usaha
yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
d.
Membudayakan Koperasi dalam
masyarakat.
Pasal 62
Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi, Pemerintah
:
a.
Membimbing usaha Koperasi yang
sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya.;
b.
Mendorong, mengembangkan, dan
membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian
perkoperasian;
c.
Memberikan kemudahan untuk
memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi;
d.
Membantu pengembangan jaringan
usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antar Koperasi;
e.
Memberikan bantuan konsultasi
guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap
memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip Koperasi.
Pasal 63
1. Dalam
rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah dapat :
a. menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan Koperasi
b. menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil
diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya.
2. Persyaratan
dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 64
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan
Pasal 63 dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi
nasional, serta pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Koperasi yang telah memiliki status badan hukum pada saat Undang-Undang ini
berlaku, dinyatakan telah memperoleh status badan hukum berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
1. Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor
12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832) dinyatakan tidak
berlaku lagi.
2. Peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967
tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara 1967 Nomor 2832) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 67
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1992 Padatanggal 21Oktober 1992
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK
INDONESIA
M O E R D I O N O S O E H A R T O
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 116.
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS
KABINET RI
Kepala Biro Hukum
Dan Perundang-undangan
Bambang Kesowo, SH, LL.M.
sumber : http://widiandinia.blogspot.com/2012/11/prosedur-pendirian-koperasi_27.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar